Pages

Saturday - 0 comments

3 Cara Menyiapkan Masa Pensiun Berdasarkan Kelas Ekonomi Sosial

Beberapa orang mungkin berpendapat pensiun hanya perlu dipikir setelah memasuki usia 40-50an atau ketika anak-anak sudah bisa mandiri. Namun tidak sedikit pula yang merasa pensiun dalam arti berhenti bekerja mencari uang dan menikmati hari tua hanya sebatas angan-angan karena alasan ekonomi.

Tulisan ini berbagi pengamatan dan pikiran pribadi saja mengenai berbagai cara orang menghadapi masa pensiun dari status sosial ekonomi seseorang. Perkara benar tidaknya, saya serahkan pada pembaca karena saya sendiri masih perlu banyak belajar.

Klasifikasi berdasarkan 3 kelas ekonomi sosial hanya untuk memperjelas, bukan bermaksud merendahkan.

Anak Adalah Harta

Orang tua yang berasal dari keluarga kurang mampu biasa mengandalkan anak sebagai 'investasi masa pensiun'. Salah satu teman saya orang Fiji pernah cerita bahwa orang tuanya waktu masih muda kerja keras agar anak-anaknya bisa kuliah dan memiliki masa depan lebih baik dari mereka.

Setelah anak-anaknya sudah bekerja semua dan tinggal di luar negeri, ortu langsung berhenti bekerja pada usia 50an dan gantian anak-anaknya yang saling bahu-membahu patungan bayar biaya hidup orang tua mereka.

Cerita serupa juga terjadi pada teman asal India yang kuliah ke Sydney dengan meminjam uang pamannya. Setelah kuliah selesai dan visa Permanent Residency sudah ditangan, dia banting tulang membangun karir demi melunasi hutang dan menabung agar orang tuanya bisa cepat pensiun.

Saya nyakin di Indonesia juga banyak yang mengandalkan anaknya. Dalam norma budaya timur, anak berbakti pada orang tua tidak hanya normal tapi diharapkan. Terlebih mereka yang terjepit secara ekonomi, bila tidak mengandalkan anak dan sanak saudara, siapa lagi?

Perencanaan yang Matang

Di Australia dan negara maju umumnya, pemerintah memiliki aturan yang mewajibkan/memberi isentif bagi penduduknya untuk menyisihkan sebagian penghasilan secara reguler untuk masa tuanya. Contoh: superannuation. Dana hanya bisa diakses setelah memasuki usia pensiun dengan pengecualian bila keadaan sangat mendesak (on compassionate ground) misal, butuh biaya untuk pemakaman atau sakit keras.

Di negara berkembang, biasa mereka yang sadar pentingnya menyisihkan sebagian penghasilan untuk masa pensiun tergolong kelas menengah dan berpendidikan. Selain punya uang ekstra, mereka juga aktif belajar seluk beluk keuangan untuk menyiapkan dana pensiun.

Masa depan tidak ada yang tahu, namun bolehlah kita menyusun rencana masa pensiun. Berikut 2 langkah singkat dalam menyiapkan dana pensiun:

1.Menghitung biaya hidup tahunan
Pertama, miliki gambaran jelas seperti apa gaya hidup yang akan Anda jalanin ketika pensiun. Apakah Anda berencana keliling dunia? Main sama cucu? Atau hidup sederhana berkebun di perkarangan rumah?

Itu semua akan berimbas pada berapa dana yang Anda butuhkan untuk pensiun dengan tenang. Bila Anda menderita penyakit yang membutuhkan medikasi rutin, masukkan juga biaya pengobatan dalam perhitungan biaya hidup untuk pensiun.

Biaya hidup tidak perlu 100% akurat, yang penting cukup informatif untuk memberikan gambaran kasar biaya hidup masa pensiun karena banyak faktor diluar kontrol kita seperti inflasi.
Katakanlah, setelah refleksi gaya hidup masa pensiun, menurut perhitungan Anda biaya tahunan sebesar Rp15,000,000. Anda berencana pensiun pada umur 60 dan merasa dapat hidup panjang hingga 90 tahun jadi dana yang Anda butuhkan untuk pensiun adalah Rp450,000,000 (30 x Rp15,000,0000).

2.Action Plan memperoleh Dana Pensiun
Banyak cara menuju Roma, demikian juga ada berbagai cara mengumpulkan dana untuk pensiun. Semakin muda memulai semakin besar/cepat target dana terpenuhi. Bagi yang konservatif, uang ekstra disisihkan 100% ke tabungan khusus pensiun yang tidak akan disentuh kecuali dalam keadaan sangat terpaksa.

Bagi yang lebih canggih, uang ekstra dialihkan ke berbagai jenis kendaraan investasi tergantung risk profile masing-masing. Misal 20% disimpan di rekening berbunga tinggi, 60% untuk beli emas, 20% untuk beli saham.

Contoh diatas hanya ilustrasi bukan untuk ditiru mentah-mentah. Dalam realitas, komposisi portfolio kembali pada jumlah uang yang sanggup disisihkan, tinggi rendahnya risk profile individu masing-masing dan kinerja kendaraan investasi yang ada

Kuncinya: konsisten menyisihkan penghasilan dan bijak mengenal kendaraan investasi untuk dana pensiun.

Arus Kas + Aset

Mereka yang menggunakan cara ketiga ini biasa berpenghasilan tinggi, nyali tinggi, ulet dan bersedia menanggung resiko yang lebih tinggi. Mirip dengan cara kedua hanya saja aset yang mereka akusisi bernilai lebih besar dan mereka lebih aktif melibatkan diri.

Misalnya, alih-alih uang ekstra yang disisihkan dimasukan ke dalam deposito, saham, dana reksa, emas dan aset lainnya yang biasa diakusisi dalam jumlah kecil dan teratur seperti yang dilakukan cara kedua, mereka menggunakannya untuk modal usaha.

Salah satu kolega saya suami istri bekerja sebagai karyawan swasta, ketika masih kuliah mereka pernah bekerja sebagai pelayan restoran. Selagi bekerja mereka rutin menyisihkan uang untuk modal usaha meskipun pada saat itu belum tahu mau usaha apa.

Suatu hari kenalan mereka berniat menjual usaha restoran karena alasan ingin pensiun. Singkat cerita dengan uang tabungan, pinjaman ortu  dan pengalaman bekerja di restoran, suaminya berhenti kerja dan terjun menjalani restoran sementara istri tetap bekerja, berjaga-jaga seandainya usaha restorannya macet mereka masih bisa makan.

Usaha restoran tersebut cukup sukses dan dijalani selama berpuluh-puluh tahun sebelum akhirnya dijual. Arus kas yang masuk mereka gunakan untuk melunasi KPR (mortgage) dan membeli beberapa unit properti sebagai investasi hari tua dan warisan untuk anak-anak.

Tidak semua orang sanggup atau tertarik menjalankan/membeli bisnis sebagai aset.

Mereka yang berpenghasilan tinggi seperti dokter, pengacara atau teman kerja saya, senior akuntan juga memiliki beberapa properti sebagai investasi. Dia mengaku karakternya tidak cocok untuk bisnis, dengan statusnya yang single dan sudah berusia 40-50an, dia lebih suka kendaraan investasi yang lebih stabil.
Sekali lagi, cerita diatas bukan untuk ditiru mentah-mentah, saya hanya menjabarkan apa yang saya amati.

Terlepas cara mana yang digunakan ada satu hal lagi yang maha penting untuk dilakukan: JAGALAH KESEHATAN ANDA. Sebesar apapun dana pensiun menjadi tidak berarti bila pada masa tua hidup sakit-sakitan karena kebiasaan merokok, minum-minum dan memperlakukan tubuh hanya sebagai pintu kesenangan duniawi semasa muda.

Ingat, bila Anda jatuh sakit masa depan keluarga Anda juga terkena imbasnya. Setidaknya ada dua keluarga yang saya tahu pribadi terkuras tabungannya karena biaya berobat. Jangankan dana pensiun, untuk makan sehari-hari saja pusing. Bahkan hubungan antar keluarga menjadi tidak harmonis.

Si bapak kena stroke karena dari muda hobi ngerokok dan minum-minum. Suatu hari si bapak minta anak beliin rokok di warung, anak jadi naik pitam bentak "loe mau racun beli sendiri!!". Dokter sudah wanti-wanti harus berhenti merokok dan tabungan keluarga sudah terkuras padahal pada dasarnya secara ekonomi mereka bukan tergolong orang susah.

Menjaga kesehatan bukan hanya masuk akal secara finansial tapi juga dari sudut pandang kualitas hidup. Ketika memasuki masa pensiun kita semua tentu ingin menikmati hidup yang berkualitas, tidak sekedar berumur panjang dan menjadi berkat bagi orang-orang sekitar.

Bekerja keras keraslah ketika masih muda namun ingat kesehatan juga harus dijaga, jangan sampai uang yang sudah capek-capek dikumpulkan malah habis untuk berobat di masa pensiun. 🐘🐘